Rabu, Februari 23, 2011
Swasta
Jumat, Februari 18, 2011
BUMN
- Pendahuluan
Pendirian BUMN di Indonesia tampaknya bermacam-macam tergantung dari peride dan kebijaksanaan pemerintah. Beberapa BUMN merupakan kelanjutan dari perusahaan-perusahaan yang didirikan pada jaman sebelum kemerdekaan.
Berbagai landasan pendirian perusahaan negara ini menyulitkan pengendaliannya. Tolak ukur keberhasilan yang didasarkan motivasi pendirian suatu badan usaha menjadi tidak jelas.
Landasan konstitusional BUMN di Indonesia adalah Pasal 33 UUD 1945. Jadi kegiatan ekonomi dalam bentuk perusahaan yang dikendalikan oleh negara adalah dalam rangka pelaksanaan Pasal 33 UUD 1945 tersebut.
- Isi
- Pengertian BUMN
Menurut Keputusan Menteri Keuangan RI No. 740/KMK 00/1989 yang dimaksud Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah Badan usaha yang seluruh modalnya dimiliki negara.
Bahasa asingnya BUMN adalah public enterprise. BUMN berisikan 2 elemen esensial yaitu: Unsur Pemerintah dan Unsur Bisnis. BUMN tidak 100 persen pemerintah dan juga tidak 100 persen bisnis. Besar persennya tergantung pada jenis atau tipe BUMN-nya.
BUMN mempunyai keistimewaan karakteristik yang tidak di punyai oleh badan usaha lain yaitu: "A corporation clothed with the power of goverment but possessed the flexibility an initiative of a private enterprise ( suatu badan usaha yang "berbaju" pemerintah tetapi mempunyai fleksibilitas dan inisiatif sebagai perusahaan swata).
Apabila diuraikan lebih lanjut maka dalam public dari public enterprise (BUMN) ada tiga makna terkandung didalamnya yaitu: public purpose, public ownership, dan public control. Dari ketiga makna itu public purpose-lah yang menjadi inti dari konsep BUMN. Public Purpose ini dijabarkan sebagai hasrat pemerintah untuk mencapai cita-cita pembangunan (sosial, polotik dan ekonomi) bagi kesehjahteraan bangsa dan negara.
Jenis-jenis BUMN, yaitu:
- Perjan (IBW) Governmental Agency
- Perum (UU PRP 1960) Public Corporation
- Persero (KUHD) Government/State Company
BUMN utama berkembang dengan monopoli atau peraturan khusus yang bertentangan dengan semangat persaingan usaha sehat (UU no. 5 tahun 1999), tidak jarang BUMN bertindak selaku pelaku bisnis sekaligus sebagai regulator. BUMN kerap menjadi sumber korupsi, yang lazim dikenal sebagai sapi perahan bagi oknum pejabat atau partai.
Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan mengakhiri berbagai praktek persaingan tidak sehat. Fungsi regulasi usaha dipisahkan dari BUMN. Sebagai akibatnya, banyak BUMN yang terancam gulung tikar, tetapi beberapa BUMN lain berhasil memperkokoh posisi bisnisnya.
Dengan mengelola berbagai produksi BUMN,pemerintah mempunyai tujuan untuk mencegah monopoli pasar atas barang dan jasa publik oleh perusahaan swasta yang kuat.Karena,apabila terjadi monopoli pasar atas barang dan jasa yang memenuhi hajat hidup orang banyak,maka dapat dipastikan bahwa rakyat kecil yang akan menjadi korban sebagai akibat dari tingkat harga yang cenderung meningkat.
- Manfaat BUMN:
- Memberi kemudahan kepada masyarakat luas dalam memperoleh berbagai alat pemenuhan kebutuhan hidup yang berupa barang atau jasa.
- Membuka dan memperluas kesempatan kerja bagi penduduk angkatan kerja.
- Mencegah monopoli pasar atas barang dan jasa yang merupakan kebutuhan masyarakat banyak oleh sekelompok pengusaha swasta yang bermodal kuat.
- Meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi komoditi ekspor sebagai sumber devisa,baik migas maupun non migas.
- Menghimpun dana untuk mengisi kas negara ,yang selanjutnya dipergunakan untuk memajukan dan mengembangkan perekonomian negara.
- Peranan BUMN
Peranan BUMN erat berkaitan dengan berbagai tujuan yang perlu dicapai BUMN, seperti yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomer 3 Tahun 1983. PP No. 3/1983, yang meliputi ketiga BUMN, yaitu Perusahaan Perseroan (Persero), Perusahaan Umum (Perum) dan perusahaan Jawatan (Perjan), menetapkan bahwa tujuan-tujuan BUMN adalah :
- Memberikan sumbangan bagi perkembangan ekonomi negara pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya,
- Mengadakan pemupukan keuntungan dan pendapatan,
- Turut aktif memberikan bimbingan kepada sektor swasta
- Turut aktif melaksanakan dan menunjang pelaksaan program dan kebijaksanaan pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan.
Menteri Keuangan (1989) mengemukakan bahwa BUMN diharapkan berperan terutama di bidang-bidang di bawah ini :
- Sebagai sumber penerimaan nagara dalam bentuk berbagai pajak serta balas jasa kepada negara selaku pemilik,
- Sebagai sumber pendapatan devisa bagi negara,
- Pembukaan lapangan kerja
- Pengambangan wilayah di luar jawa
Peranan BUMN dalam tata ekonomi negara kita sering kali masih diwarnai keraguan dalam penilaian mengenai peranan dan kontribusinya. Semakin kompleksnya kegiatan ekonomi dan semakin tinggi keterkaitannya dengan aspek-aspek kehidupan lainnya, sangat sulit bagi suatu sistem untuk menolak kehadiran peran negara di dalam ekonomi.
Di Indonesia peranan BUMN kini tidak lagi sebatas pada pengelolaan sumber daya dan produksi barang-barang yang meliputi hajat hidup orang banyak tetapi juga dalam berbagai kegiatan produksi dan pelayanan.
Beberapa hal pokok yang menjadi peran BUMN di Indonesia, seperti perlunya public goods untuk dikelola pemerintah, pertimbangan efisiensi untuk kegiatan ekonomi berskala besar, dan pengendalian dampak negatif seperti masalah eksternalisasi.
- Kesimpulan
Jadi, BUMN dalam konteks perekonomian Indonesia mempunyai peranan yang penting. Bukan hanya eksistensinya saja tetapi juga diperlikannya investasi untuk produksi barang dan jasa yang tidak dapat dilakukan oleh swasta
- Penutup
Demikianlah pembahasan tentang BUMN . Mudah-mudahan bacaan ini dapat bermanfaat bagi semuannya. Mohon maaf apabila dalam penulisan ini masih banyak kekurangannya.
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Usaha_Milik_Negara
BUMN,Swasta dan Koperasi (Pandji Anoraga,SE., M.E.)
Senin, Februari 14, 2011
Berbagai Kesenjangan yg Menghambat Perekonomian Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
Tanpa terasa Indonesia telah berusia setengah abad. Suatu usia "remaja" untuk sebuah negara, namun cukup tua untuk dituntut menunjukkan segala sesuatu yang telah dan harus dicapainya. Indonesia perlu merenungkan berbagai pencapaian, juga kegagalannya di segenap bidang, termasuk bidang ekonomi.
Laju pertumbuhan indonesia begitu cepat bahkan berada di atas rata-rata negara sedang berkembang. Masalah sandang dan papan serta kesehatan telah mengalami perbaikan, namun di sisi lain masih banyak yang harus dibenahi.
Perkembangan yang terjadi dalam perekonomian dunia semakin lama berlangsung semakin cepat dan sulit diprediksikan, sejalan dengan semakin majunya ilmu pengetahuan. Dalam kondisi seperti ini kita diharuskan untuk berbenah diri, menyongsong segala tantangan dan perubahan yang ada di hadapan kita.
Dalam tulisan ini akan membahas kesenjangan yang menghambat suatu Negara untuk mencapai suatu kemakmuran yang bersendikan azas keadilan sosial. Ada tiga kesenjangan , yaitu : 1) Kesenjangan kemakmuran antar kelompok pendapatan., 2) Kesenjangan antar sektor, yang juga dapat dipilih menjadi kesenjangan antara unit-unit ekonomi yang besar (konglomerat) dan yang kecil atau kalangan pengusaha lemah antara lain diwujudkan oleh struktur yang bersifat oligopolistik; serta 3) Kesenjangan antar daerah
Sistem perekonomian adalah sistem yang digunakan oleh suatu negara untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya baik kepada individu maupun organisasi di negara tersebut. Perbedaan mendasar antara sebuah sistem ekonomi dengan sistem ekonomi lainnya adalah bagaimana cara sistem itu mengatur faktor produksinya. Dalam beberapa sistem, seorang individu boleh memiliki semua faktor produksi. Sementara dalam sistem lainnya, semua faktor tersebut di pegang oleh pemerintah. Kebanyakan sistem ekonomi di dunia berada di antara dua sistem ekstrim tersebut.
BAB 2
- Kesenjangan kemakmuran antar kelompok pendapatan
- Kemiskinan dan Pemerataan
Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa meningkatnya persepsi masyarakat yang melihat hubungan tidak searah antara keberhasilan perkembangan makroekonomi dengan unsure pemerataan (lihat Anwar, Azis, Basri, 1992).
Data-data resmi pemerintah menunjukakn terjadinya penurunan jumlah orang yang hidup di bawah garis kemiskinan, yakni dari 42,5 persen di tahun 1976 menjadi 15,2 persen pada tahun 1990.
Apabila ditelusuri lebih jauh, kenaikan 10 persen atas batas/tolok ukur pendapatan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai garis kemiskinan akan segera meningkatkan jumlah orang miskin di Indonesia sebesar kira-kira 30 persen.
Seandainya saja pertimbangan masih bisa ditambah lagi dengan kelemahan-kelemahan metodologis, maka kita akan semakin dituntut untuk berhati-hati di dalam menafsirkan indicator-indikator keberhasilan seperti angka kemiskinan ini.
Persoalan pemerataan ini mungkin lebih transparan. Sulit untuk menyangkal bahwa ketimpangan pendapatan di Indonesia semakin meburuk. Konglemerasi dan praktek perbankan pasca Pakto 1988 menyebabkan dana-dana masyarakat terkonsentrasi pada sekelompok pengusaha besar saja.
- Profil Kemiskinan
Dalam pelaksanaan program pengentasan nasib orang miskin, keberhasilannya tergantung pada langkah awal formulasi kebijakan, yaitu mengidentifikasikan siapa sebenarnya "si miskin" dan dimana dia berada. Untuk menjawab pertanyaan tersebut dapat dilihat dari profil kemiskinan.
Pertanyaan pertama tentang siap si miskin? Kita dapat melihat profil kemiskinan berupa karakteristik ekonominya seperti pendapatan, pengeluaran, tanggungan dll. Juga dapat dilihat dari karakteristik sosial-budaya dan demografi seperti pendidikan, fasilitas kesehatan, jumlah anggota keluarga , kebersihan dll.
Pertanya kedua tentang dimana si miskin berada? Kita dapat melihat di karakteristik geografisnya, seperti menetukan tinggal di desa atau di kota, apakah tinggal di luar Jawa atau di Jawa. Untuk mengetahui lebih dalam kita dapat melihat karakteristik sosial-budaya, ekonomi dan demografi termasuk karakteristik geografi.
Dengan melihat profil kemiskinan, diharapkan kebijakan yang disusun dalam mengentaskan orang miskin akan lebih terarah. Dalam memaparkan profil kemiskinan, rumah tangga dan juga anggota rumah tangga akan dibagi ke dalam dua kelompok: kelompok rumah tangga "miskin" dan "tidak miskin".
- Kesenjangan antar sektor
- Konglemerasi dan Konsentrasi Usaha
Konsentrasi kekuatan ekonomi semakin meningkat di berbagai sektor industri dan bidang usaha, sehingga pasarnya pun kian mengarah ke struktur yang oligopolistik atau monopolistik dan bersifat enclave. Untuk lebih memahami karakteristik mereka, ada baiknya untuk menatap permasalahannya dari tinjauan ekonomi-politik.
Sepanjang sejarah industrialisasi Indonesia, pemerintah yang selalu mendominasi, seperti langsung terlibat dalam pembangunan proyek-proyek industri besar. Sedangkan peranan swasta masih relatif sangat terbatas. Kebanyakan mereka mulai memupuk kekuatan dengan mengandalkan kedekatan dengan birokrasi dan elit politik. Kelompok ekonomi yang tumbuh selama kurun waktu itu hanya mengandalkan, atau paling tidak sangat ditopang oleh fasilitas Negara.
Proses industrialisasi yang berlangsung di Indonesia pada awalnya amat tergantung pada proyek pemerintah, khususnya proyek PERTAMINA. Begitu peranan minyak merosot , proses industrialisasi Indonesia juga langsung merosot. Kelangkaan dana tidak memungkinkan untuk melanjutkan strategi Industri Substitusi Impor (ISI), dan sejak itu banyak tekanan menuju industrialisasi ekspor mejasi semakin menguat.
Konsekuensinya pemerintah harus terus memperkokoh stabilitas politik. Namun begitu kondisi politik sudah stabil dan lingkungan ekonomi menjadi lebih kondusif, kebijakan di bidang industri semakin sulit di tebak arahnya. Banyak peraturan yang tidak konsisten.
- Industri Besar dan Kecil
Industri kecil dan rumah tangga bergantung kepada industri besar, namun industri besar terkait dengan luar negri yang terlihat dari ketergantungan kepada impor. Pada umumnya industri kecil dan industri rumah tangga tidak mampu untuk berkembang dinamis, sehingga bisa mencapai skala yang lebih besar menjadi industri menengah dan besar. Fenomena ini terjadi karena berbagai factor seperti struktur proteksi yang berlaku di industri Indonesia yang berat kepada industry besar dan kendala sosio-kultural yang cenderung menghambat dinamika kewirausahaan.
Sampai saat ini pemerintah telah menempuh upaya untuk memungkinkan pengusaha lemah/industri kecil untuk bertumbuh. Beberapa diantaranya ialah berupa penyaluran kredit investasi kecil (KIK) dan kredit modal kerja permanen (KMKP). Selain itu telah dibangun sejumlah lokasi bagi pengusaha kecil yang dikenal dengan Lingkungan Industri Kecil (LIK).
Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa tingkat efisiensi industri kecil secara keseluruhan menujukkan peningkatan sedangkan industri besar dan menengah justru mengalami penurunan. Dilihat dari komposisi ekspor Indonesia yang menunjukkan semakin dominasinya produk unskilled labor intensive, jelas menunjukkan pertanda baik untuk peranan industri kecil dalam ekspor cenderung meningkat dan tidak bisa diabaikan.
Di era deregulasi dan liberalisasi ditandai oleh menguatnya posisi swasta. Kecenderungan persaingan yang semakin ketat yang berdasarkan kekuatan pasar tentu saja cenderung memberikan kesempatan kepada yang telah memiliki posisi kuat, yang pada umumnya diperoleh dari kedekatan dunia usaha dengan kalangan birokrasi tertentu. Namun anehnya, mereka justru tidak mampu untuk mengemban misi nasional. Salah sati indikasinya adalah kecenderungan proporsi output yang diekspor oleh industri menengah dan besar kian kecil. Indikator lainnya adalah menurunnya efisiensi industri besar dan menengah. Persaingan di industri kecil dan pengusaha lemah justru sangat ketat, karena mekanisme pasar lebih berperan. Tidak heran kalau yang masih bisa bertahan yang efisiensinya masih tinggi. Hal inilah yang membuat efisiensi industri kecil dan rumah tangga mengalami peningkatan.
Namun, dari uraian diatas tidak berarti industri besar hanya merugikan dan sama sekali tidak menguntungkan perekonomian nasional. Daya serap tebaga kerja, setoran pajak dan berbagai impuls ekonomi bersumber dari perusahaan besar tetap harus diakui. Yang perlu digarisbawahi adalah masih banyak yang harus dibenahi untuk menciptakan struktur ekonomi nasional yang benar-benar handal.
- Kesenjangan antar daerah
- Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan yang dimaksud dengan daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
- Otonomi Daerah di Indonesia
Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu:
- Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara ("Eenheidstaat"), yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan; dan
- Nilai dasar Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.
Dikaitkan dengan dua nilai dasar tersebut di atas, penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia berpusat pada pembentukan daerah-daerah otonom dan penyerahan/pelimpahan sebagian kekuasaan dan kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sebagian sebagian kekuasaan dan kewenangan tersebut. Adapun titik berat pelaksanaan otonomi daerah adalah pada Daerah Tingkat II (Dati II) dengan beberapa dasar pertimbangan:
- Dimensi Politik, Dati II dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan sehingga resiko gerakan separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi federalis relatif minim.
- Dimensi Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat relatif dapat lebih efektif;
- Dati II adalah daerah "ujung tombak" pelaksanaan pembangunan sehingga Dati II-lah yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.
Atas dasar itulah, prinsip otonomi yang dianut adalah:
- Nyata, otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di daerah;
- Bertanggung jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah air; dan
- Dinamis, pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan maju
- Problem Kesenjangan di Era Otonomi
Indonesia adalah sebuah negara yang penuh paradoks. Negara ini subur dan kekayaan alamnya yang melimpah, namun sebagian cukup besar rakyat tergolong miskin.
Sejak otonomi bergulir kesenjangan pembangunan terjadi tidak hanya dalam satu daerah, tetapi juga antar daerah, atau sederhananya secara holistik antar satu daerah dengan daerah lainnya juga semakin timpang. Kesenjangan ini juga diperparah memang dengan primordialisme daerah yang mengkristal, sehingga masing-masing daerah tidak merasa memiliki kewajiban atau sense terhadap yang lainnya. Kemudian tidak ada suatu upaya untuk melakukan sinergisitas pembangunan antar daerah yang dapat mengembangkan kapasitas pembangunannya secara bersama dan bersifat regional.
Pemerintah pusat juga gagal dalam menjembatani terciptanya proses sinergisitas pembangunan antar daerah ini, sehingga tidak mampu mengeliminir terjadinya ketimpang-ketimpangan tersebut. Pemerintah pusat gagal dalam merumuskan regulasi yang cocok dan mampu menjembatani permasalahan tersebut, termasuk gagal juga merumuskan regulasi yang dapat melindungi segala sumber daya yang ada di daerah dari eksploitasi berlebihan.
Proses otonomi daerah yang sedang berlangsung di Indonesia, memang masih banyak kelemahan, namun ini adalah konsekuensi dari upaya untuk memberdayakan masyarakat di daerah, ke depan yang diperlukan adalah konsistensi dari pemerintah pusat untuk membimbing ke arah otonomi yang memberdayakan tersebut. Termasuk proses dan upaya meminimalisir otonomi daerah sebagai ladang basah KKN di daerah yang dilakukan oleh tikus-tikus lokal.
BAB 3
Kesimpulan
Dari hasil penulisan karya tulis saya dapat disimpulkan bahwa laju perkembangan perekonomian indonesia memang sangat pesat, namun masih banyak sekali hal-hal yang masih harus di benahi agar perekonomian bisa berjalan selaras dengan lingkungan kehidupan masyarakat.
Penutup
Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi semua yang membaca. Saya mohon maaf apabila dalam penulisan karya tulis ini masih banyak kesalahan, karena saya masih dalam tahap pembelajaraan.
Sekian dan terima kasih.
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_perekonomian
http://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_daerah
http://fasilitator-masyarakat.org/problem-kesenjangan-antar-daerah-di-era-otonomi/
Perekonomian Indonesia Menjelang Abad XXI (Faisal Basri)